Jumat, 29 Juli 2016

Al Hallaj, Syeikh Siti Jenar dan Tarian Darwis



from :  Hamba


Assalamualaikum

1. Apa yang dimaksud dengan Darwis ( Spinning Darvishes)

2. Bagaimana sejarahnya hinggal timbul paham atau ajaran yang sedemikian rupa, yang tentunya sangat tidak umum di indonesia

3. Apakah para darwis ( berdzikir sambil menari berputar ) itu termasuk ajaran islam (toriqoh) atau cuma akulturasi budaya setempat khususnya seperti turki atau mesir saja?

4. Sebagian orientalis berpendapat bahwa para sufi, seperti jalaludin rumi juga melakukan hal yang demikian, sementara saya belum menemukan referensinya...
karena setahu saya sufi sekaliber imam al Junaid al Baghdadi pun tidak melakukan itu, atau mungkin ada kesalahan dalam informasi yang saya dapat

Saya mohon habib berkenan menerangkannya secara detail
atas waktu dan jawabannya terimakasih

wasalamualaikum

JAWABAN AL ARIF BILLAH AL HABIB MUNZIR BIN FUAD AL MUSAWA

2006/10/11 17:18

Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,


1. Darwish adalah kelompok orang orang yg memperbanyak dzikir, melupakan dunia, hidup dengan hanya beribadah kepada Allah swt, namun kini Darwish juga dipakai gelar untuk kelompok dzikir yg mencari cara mencapai kekhusyuan dengan ritmik dan gerakan tubuh, dengan tujuan melupakan segalanya selain Allah dalam dzikirnya itu.

2. Ajaran ini muncul ketika para muslimin merasa ingin lebih khusyu, ingin melupakan selain Allah, ingin asyik dengan dzikir, maka mereka mulai menggerak gerakan kepalanya sebagaimana orang orang yg asyik mendengarkan musik, bisa bergerak, bisa berjoget, dan lain sebagainya, mereka asyik dengan musiknya, maka terlebih lagi orang orang yg asyik ketiga Nama Allah dilantunkan.., hal ini tak pernah diajarkan oleh Rasul saw, namun segala hal yg membawa/menuju kekhusyu'an dzikir selama tidak melanggar syariah maka hal itu boleh saja dilakukan, terutama disaat orang terbenam dalam dosa seperti sekarang, dan hal seperti tentunya tak perlu dilakukan di zaman dahulu, sangat sempit dan sulit untuk berbuat dosa, tempat pendosa berkumpul pun sulit, berbeda dengan sekarang, sulit menemukan kelompok dzikir, sulit mencari ketenangan, orang ingin lari dari himpitan permasalan, mereka lari ke Yoga, Budha, Hindu, dan kemana saja asal bisa mendapat ketenangan, maka muncullah kelompok darwish ini, dan makin berkembang, kebanyakan dari kalangan miskin dan fuqara, namun kini mulai digandrungi orang orang kaya dan konglomerat, mereka jadikan kumpulan darwis sebagai ganti diskoteknya.

3. Itu hanya AJARAN DILUAR SYARI'AH ISLAM, dari sebagian kaum sufi, sama saja seperti adat kita misalnya Beduk sebagai tanda masuk waktu shalat, dan lain sebaginya... adat istiadat suatu kaum hingga menjadi umum.

4. Hal ini MASIH IKHTILAF ANTARA ULAMA, ada yg menentang dan mengharamkannya, ada yg memperbolehkannya dan mendukungnya dengan alasan bahwa jauh lebih baik mereka menari nari dalam kekhusyu'an nama Allah daripada mereka menari nari dalam kemaksiatan, namun mengenai pendapat guru guru saya, bahwa YANG TERBAIK adalah JALAN TENGAH, yaitu TIDAK MENGHARAMKANNYA, namun TAK PERLU PULA MELAKUKANNYA, saya adalah sufi, demikian pula guru guru saya, namun sufi yg kami jalankan adalah sufi yg didasari dengan syariah dan sunnah, tidak bertentangan dengan sunnah, tidak mengada ada kecuali dg Nash dan Istinbath dari Al Qur'an dan Al Hadits.

KAMI ADALAH SUFI, karena sufi adalah orang yg selalu ingin lepas dari dosa, menjauh dari kemaksiatan, dan pada dasarnya seluruh muslim mestilah sufi, karena ilmu syariah tanpa pengamalan, khusyu, rendah diri, sopan, menjauh dari maksiat, maka tanpa itu semua maka syariah itu tak berguna, maka kita semua adalah sufi.

Guru saya menjelaskan, bahwa SEDAHSYAT APAPUN KHUSYU dan NIKMAT dalam menyebut Nama Allah yang DI CAPAI PARA DARWIS, tetaplah TAK AKAN MENYAMAI KEMULIAAN ORANG YANG MENGIKUTI SUNNAH NABINYA, misalnya kita hanya menunduk dalam dzikir, berdoa, menyebut nama Allah swt, bahkan hingga meneteskan airmata rindu pada Nya swt, demikianlah sunnah sang Nabi saw, atau dengan shalat, WALAUPUN KHUSYU DAN NIKMATNYA TIDAK SEHEBAT YANG MENARI NARI DAN SEBAGAINYA, namun TETAP PERBUATAN INI JAUH LEBIH AFDHAL DARI MEREKA, karena kita sesuai dengan Nabi saw, YANG BERADAB SOPAN DI HADAPAN ALLAH, dengan tunduk, rendah diri, sujud, mengemis, jauh berbeda daripada YANG MENARI NARI UNTUK MENCARI KHUSYU pada Allah swt NAMUN LUPA KESOPANAN bahwa kita dihadapan Allah





http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid&func=view&catid=9&id=745#745

Assalamu'alaikum.

Apakah benar dakwaan yang mengatakan penganut thariqat2 itu adalah musyrik/kafir, termasuk thariqat2 yang berkembang di Indonesia. Pernah saya dapat masukan memang ada sebagian thariqat2 itu sesat, tapi ada juga yang muktabarah, misalnya TQN, Syadziliyah, Alawiyah dan lain-lain saya lupa. Bahkan dari mereka ada yang menyangsikan keislaman walisongo, terutama Sunan Kalijogo. Nah, mana yang benar bib dari pendapat2 tersebut diatas, mohon dijelaskan karena ini menyangkut akidah. Terima kasih atas jawabannya.

JAWABAN AL ARIF BILLAH AL HABIB MUNZIR BIN FUAD AL MUSAWA

Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

Cahaya Keluhuran Nya semoga selalu membuat kesejukan dalam aktifitas anda,

Tarekat adalah suatu acara khusus utk sampai pada kekhusyuan dalam dzikir kpd Allah, dan puncaknya adalah keridhoan Allah,

Selama hal itu merupakan hal yg sunnah maka tentunya menjadi sunnah dan kemuliaan, misalnya pada Tarekat Alawiyyin, yaitu tarekatnya para habaib, yg diantaranya ajarannya adalah ratib, yaitu kumpulan dzikir dari hadits2 rasul saw, maulid, tawassul, tabarruk, yang kesemuanya berlandaskan hadits rasul saw.

Adapula tarekat yg muncul di wilayah orang orang yg jauh dari ulama, sebagaimana para Da'i menemukan para penyembah api misalnya, maka mereka merasukkan ajaran islam pada para penyembah api itu, dengan Islam, dan api adalah makhluk yg membakar, dan api adalah ciri kemurkaan dan kemarahan Allah, maka agar mereka takut pada kemurkaan Allah, maka mereka berdzikir disekitar api unggun, merasakan sedikit panasnya api, mengingat bagaimana bila mereka menjadi kayu bakar yg bergemeletak seakan merintih ditengah api,
mereka beristinbath pada perbuatan sahabat yg ketika melihat api ia jatuh pingsan karena teringat neraka.

Adapula yg berdzikir dengan mematikan lampu, mengingat gelapnya kubur dan kepekatan alam barzakh,

Semua ini diada adakan biasanya diwilayah yg jauh dari ulama, dan hanya merupakan bidayah (permulaan saja) dalam penyebaran islam, dan bila masyarakat sudah mengenal islam dan syariah maka mereka sudah tak lagi berbuat itu,

Hal hal seperti ini tidak sepantasnya masih dipakai di Jakarta atau di Indonesia misalnya, karena di Indonesia syariah sudah berkembang, ulama bertaburan dimana mana, lain saat kemusyrikan dan penyembahan berhala masih merajalela di pulau jawa, maka para Da'i berdakwah dg wayang, dzikir didepan api, mematikan lampu dlsb.

Pada dasarnya semua tarekat adalah benar dan mulia, walaupun tak menutup kemungkinan bila ada yg menyimpang dan sesat, atau tarekatnya benar namun dirubah oleh yg generai selanjutnya.

Mengenai mereka yang memusyrikkan hal ini, memang kaum fasiq yang dituntun Iblis sudah ada sejak zaman Adam as, seperti yang mengaku nabi (musailamah al kadzab) misalnya, para penentang kebenaran memang selalu ada disetiap zaman

Wahai Allah, berilah kaum kami hidayah, sungguh mereka tak mengerti

wallahu a'lam





http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid&func=view&catid=9&id=4541#4541

Pertanyaan masalah Thoriqot Shufiyah Dan Perkembangannya Kemudian ?

JAWABAN AL ARIF BILLAH AL HABIB MUNZIR BIN FUAD AL MUSAWA

Mengenai Al Hallaj bukanlah orang sesat, cuma kesalahannya adalah memberikan ucapan yg membuat orang awam salah menafsirkan, sebagaimana ucapan : Aku adalah Alhaqq, ucapan semacam ini kufur bila diucapkan dengan makna dhohirnya, namun Al hallaj mengucapkannya dg maksud bahwa Allah swt yg mengucapkannya, sebagaimana kita membaca firman Nya swt : "Laa ilaaha illa Ana" (tiada tuhan selain Aku)

Ucapan semacam ini diulang ulang oleh AL Hallaj dalam ucapan dzikirnya, dan menimbulkan fitnah bagi sebagian kalangan muslimin,

Bukti bahwa Al Hallaj dalam kebenaran adalah saat ia dipancung, maka darahnya tumpah sebagian kepantai dan air laut bergelora dg suara : "Ana Al Haq.. Ana Al Haq..", dan sebagian darah yang tumpah dipasir menuliskan kalimat : "Ana Al Haqq"

Kalau seandainya ia ini penyihir maka tak mungkin alam ini bisa demikian, karena sihir itu hanya sebatas kehidupan si penyihir, setelah ia wafat maka semua sihir akan sirna, demikian pula Istidraj.

Lalu mengapa lautan dapat menyuarakan dzikirnya?, lalu mengapa darah itu menuliskan dzikir itu?,

Allah ingin membela fitnah yg menimpa Al Hallaj, sebagaimana Allah jadikan para lebah menutupi aurat salah seorang sahabat yg ditelanjangi saat dibunuh, dan Allah menjadikan darah para sahabat ada yg tercium wangi dan lain sebagainya.

Al Hallaj dibunuh karena dirisaukan akan meresahkan muslimin dg ucapan dzikirnya.

Mengenai fitnahan kelompok wahabi atas para sufi adalah karena kebodohan mereka sendiri, karena bila bicara mengenai penyimpangan pada beberapa tarekat sufi maka sungguh penyimpangan itu bukan hanya pada para sufi, tapi pada fuqaha dan ulama pun terjadi penyimpangan, demikian keadaan ummat ini.

Tentunya kita tidak memanut mereka yg menyimpang dari kalangan sufi dan kalangan fuqaha, namun tak perlu menyudutkan kelompok sufi yg dalam penyimpangan karena penyimpangan terjadi dimana mana dan penyimpangan terbesar adalah pada kelompok wahabi itu sendiri, demikian saudaraku yg kumuliakan,

wallahu a'lam

http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid&func=view&catid=7&id=24106#24106

Assalamu 'alaikum wr. wb
Al Habib yang saya muliakan,
Sebagian ahli tasawuf ada yang menafsirkan kalimah tauhid dengan " laa maujuuda illallah."

Apakah ini sama dengan konsep wihdatul wujud?
Adakah hubungan antara Syeh Siti Jenar dengan Al Hallaj?

Mohon penjelasan, jazakumullahu khoiro
Wassalamu 'alaikum wr. wb

JAWABAN AL ARIF BILLAH AL HABIB MUNZIR BIN FUAD AL MUSAWA

Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

Saudaraku yg kumuliakan,
Makna itu benar saudaraku, artinya tiada yg ada kecuali Allah swt, maksudnya semua berawal dari kefanaan dan akan fana dan sirna pula, beda dengan Allah swt, maka hakikat yg wujud hanya Allah swt, karena yg lain adalah makhluk yg diwujudkan oleh Allah swt.

Berbeda dengan wihdatul wujud, yaitu yg menganggap ruh bisa berpadu dengan Allah swt,
faham wihdatul wujud adalah mereka yg menganggap bahwa makhluk bisa bersatu dg Allah swt.

Syeikh Siti Jenar tidak mengaku tuhan, ia adalah seorang shalih yg berbicara dg kebenaran, namun jiwanya sudah meluap dg cintanya pada Allah swt yg melewati batas kewajarannya, maksud ucapannya : Ana Al Haqq, adalah bahwa seluruh alam semesta ini adalah lambang asma'ullah swt.

Buktinya ia shalat, menjalankan zakat. puasa, dan seluruh syariah Rasul saw, beribadah sebagaimana biasa muslimin yg baik, namun ucapannya ini adalah pelampiasan cintanya pada Allah swt yang berlebihan dan tidak pada tempatnya, demikian kejadian yang sebenarnya,

Berbeda dengan fir'aun yang berkata : ana rabbukumul a'la, ia memang menentang Nabi Musa As dan ajaran Allah.

Berbeda pula dengan ajaran sesat masa kini seperti mengaku nabi dan lain sebagainya, mereka tak menjalankan syariah dengan benar, mereka memisahkan diri dari syariah Nabi saw, maka hal itu mungkar.

Namun karena syeikh Siti Jenar ini kelewat batas, maka para ulama dimasanya membunuhnya, karena takut menjadi fitnah, orang yang tak mengerti akan mengira ia mengaku Tuhan dimasa itu, demikian pula Al Hallaj.







http://arsip.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=7&id=10805#10805


2008/01/03 06:50 


Saudaraku yg kumuliakan,


Syeikh siti jenar tidak sesat, ia hanya menyampaikan hal yang benar, namun ia menyampaikan pada khalayak umum tanpa penjelasan, atau lebih jelasnya adalah berdakwah namun tak mengerti cara berdakwah yang benar,

Rasul saw sangat teliti dan perhatian dalam cara dakwah, sebagaimana kesalahan kecil saja Rasul saw marah, sebagaimana Muadz bin Jabal yg mengimami shalat dengan memanjangkan bacaan suratnya maka orang mengadu pada Rasul saw karena kelelahan jika bermakmum padanya, maka Rasul saw berkata : "Tukang fitnah..!, tukang fitnah..!, seraya memanggilnya dan berkata : Apakah kau ini ingin menjadi tukang fitnah wahai Muadz..?! (HR Shahih Muslim)
 

Sungguh Rasul saw tidak melarang imam membaca surat panjang, namun sesuaikan dengan keadaan makmumnya, jika makmumnya orang sibuk dan tak suka berpanjang panjang maka sesuaikanlah dengan kemampuan mereka, jika ia shalat sendiri maka boleh saja ia memanjangkannya semaunya, atau makmumnya memang santri dan menginginkan surat yg panjang, maka boleh saja imam memanjangkannya,
 

Dan Syeikh Siti Jenar terjebak seperti hal diatas namun lebih parah lagi, maksudnya adalah ingin menjelaskan betapa dekatnya Allah swt dengan kita, namun cara penyampaiannya membuat umum salah faham, dan apalagi saat itu masih di gerbang permulaan tauhid, orang masih banyak yang belum mengerti tauhid, maka hal itu sangat berbahaya, maka iapun dibunuh demi padamnya fitnah.



http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid&func=view&catid=7&id=11871#11871

Saudaraku yg kumuliakan,
Wihdatul wujud ini merupakan pembahasan yg sangat luas, yaitu penyatuan diri dengan Allah swt, maka dalam hal ini ada dua makna :
pemahaman secara asli : yaitu bersatunya manusia dg Dzat Allah swt maka hal ini tentunya mungkar, karena Allah swt Maha Tunggal dan tak bersenyawa dg makhluk Nya.

Makna kedua adalah secara maknawiy, yaitu yg dimaksud adalah selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah sedekat dekatnya, hingga bersatu seluruh keinginannya hanya keinginan yg diridhoi Allah, ia tak menggerakkan tubuhnya kecuali hanya untuk hal yg diridhoi Allah, ia tak mau berfikir sesuatu kecuali yg diridhoi Allah, maka ini merupakan kemuliaan,

Mengenai hal itu dari syi'ah saya belum menemukan riwayatnya yg tsiqah mengenai asal usulnya, namun darimanapun ia selama hal itu merupakan makna yg pertama maka hal itu sesat adanya, namun hal ini sering dituduhkan kepada para ahli makrifah dan sufi oleh kelompok wahabi bahwa semua sufi menganut wihdatul wujud, padahal mereka adalah yg pada kelompok kedua sbgmn saya jelaskan diatas, dan hal itu justru merupakan kemuliaan.

Saudaraku yg kumuliakan,
AL Hallaj adalah salah seorang Sufi yg berbicara dg ucapan ucapan yg dirisaukan akan membawa fitnah bagi masyarakat umum, ia berkata aku adalah Alhaqq, yaitu yg Maha Benar, namun bukan berarti Alhallaj mengaku sebagai tuhan, karena ia tetap shalat, ia menyembah Allah, ia berdzikir, ia mengakui Nabi saw adalah utusan Allah, dan ucapannya itu adalah dari luapan cinta pada Allah sebagai makna yg mendalam dalam ilmu bahasa.

Banyak dari ucapan ucapan hadits atau ayat yg juga bisa dimaknakan mirip dg ucapan ini, sebagaimana firman Allah swt dalam hadits Qudsiy : ”Barangsiapa memusuhi waliku sungguh kuumumkan perang kepadanya, tiadalah hamba Ku mendekat kepada Ku dengan hal hal yg fardhu, dan Hamba Ku terus mendekat kepada Ku dengan hal hal yg sunnah baginya hingga Aku mencintainya, bila Aku mencintainya maka aku menjadi telinganya yg ia gunakan untuk mendengar, dan menjadi matanya yg ia gunakan untuk melihat, dan menjadi tangannya yg ia gunakan untuk memerangi, dan kakinya yg ia gunakan untuk melangkah, bila ia meminta pada Ku niscaya kuberi permintaannya....” (shahih Bukhari hadits no.6137)

Maka hadits Qudsiy diatas tentunya jelas jelas menunjukkan bahwa pendengaran, penglihatan, dan panca indera lainnya, bagi mereka yg taat pada Allah akan dilimpahi cahaya kemegahan Allah, pertolongan Allah, kekuatan Allah, keberkahan Allah, dan sungguh maknanya bukanlah berarti Allah menjadi telinga, mata, tangan dan kakinya, demikian pula ucapan Al Hallaj.

Berikhtilaf para ulama, dan sebagian mengakui bahwa Al Hallaj benar, namun ia dipenggal karena ucapannya membawa fitnah bagi muslimin yg tak mengerti maksud ucapannya. Wihdah artinya penyatuan. Alwujud adalah Allah swt yg Maha Ada.
Namun dalam tasawuf banyak kalimat kalimat dan istilah yg maknanya berbeda dengan makna dhohirnya.

Wihdatul wujud secara bahasa adalah penyatuan diri dg Allah swt, jika yg dimaksud adalah mendekat sedekat dekatnya dg Allah swt maka terpuji, jika yg dimaksud adalah bersatu dalam dzat Allah swt dan bersekutu maka tentunya mungkar.

Wihdatul wujud yg benar adalah bermakna kedekatan, bukan bermakna persekutuan.
Mengenai penjelasan selanjutnya dalam pertanyaan anda mengenai pernyataan Musa as atau yg sejenisnya, merupakan kalimat maknawi (kiasan), sebagaimana firman Nya : ”Mereka yg berbai’at padamu sungguh mereka telah berbai’at pada Allah, Tangan Allah diatas tangan mereka” (QS Al Fath 10), dan disaat Bai’at itu tak pernah teriwayatkan bahwa ada tangan turun dari langit yg turut berbai’at pada sahabat.

Juga sebagaimana hadits qudsiy yg mana Allah berfirman : ”Barangsiapa memusuhi waliku sungguh kuumumkan perang kepadanya, tiadalah hamba Ku mendekat kepada Ku dengan hal hal yg fardhu, dan Hamba Ku terus mendekat kepada Ku dengan hal hal yg sunnah baginya hingga Aku mencintainya, bila Aku mencintainya maka aku menjadi telinganya yg ia gunakan untuk mendengar, dan menjadi matanya yg ia gunakan untuk melihat, dan menjadi tangannya yg ia gunakan untuk memerangi, dan kakinya yg ia gunakan untuk melangkah, bila ia meminta pada Ku niscaya kuberi permintaannya....” (shahih Bukhari hadits no.6137)
Maka hadits Qudsiy diatas tentunya jelas jelas menunjukkan bahwa pendengaran, penglihatan, dan panca indera lainnya, bagi mereka yg taat pada Allah akan dilimpahi cahaya kemegahan Allah, pertolongan Allah, kekuatan Allah, keberkahan Allah, dan sungguh maknanya bukanlah berarti Allah menjadi telinga, mata, tangan dan kakinya. seperti ayat : ”Nasuullaha fanasiahum” (mereka melupakan Allah maka Allah pun lupa dengan mereka) (QS Attaubah:67), dan ayat : ”Innaa nasiinaakum”. (sungguh kami telah lupa pada kalian QS Assajdah 14).

Dengan ayat ini kita tidak bisa menyifatkan sifat lupa kepada Allah walaupun tercantum dalam Alqur’an, dan kita tidak boleh mengatakan Allah punya sifat lupa, tapi berbeda dg sifat lupa pada diri makhluk, karena Allah berfirman : ”dan tiadalah tuhanmu itu lupa” (QS Maryam 64)

Dan juga diriwayatkan dalam hadtist Qudsiy bahwa Allah swt berfirman : ”Wahai Keturunan Adam, Aku sakit dan kau tak menjenguk Ku, maka berkatalah keturunan Adam : Wahai Allah, bagaimana aku menjenguk Mu sedangkan Engkau Rabbul ’Alamin?, maka Allah menjawab : Bukankah kau tahu hamba Ku fulan sakit dan kau tak mau menjenguknya?, tahukah engkau bila kau menjenguknya maka akan kau temui Aku disisinya?” (Shahih Muslim hadits no.2569)

Apakah kita bisa mensifatkan sakit kepada Allah tapi tidak seperti sakitnya kita?

Berkata Imam Nawawi berkenaan hadits Qudsiy diatas dalam kitabnya yaitu Syarah Annawawiy alaa Shahih Muslim bahwa yg dimaksud sakit pada Allah adalah hamba Nya, dan kemuliaan serta kedekatan Nya pada hamba Nya itu, ”wa ma’na wajadtaniy indahu ya’niy wajadta tsawaabii wa karoomatii indahu” dan makna ucapan : akan kau temui aku disisinya adalah akan kau temui pahalaku dan kedermawanan Ku dengan menjenguknya (Syarh Nawawi ala shahih Muslim Juz 16 hal 125)

Mengenai pembai'atan saya tak menganut faham tersebut, karena ilmu kedekatan pada Allah swt boleh kita pelajari tanpa bai'at, dan saya adalah pada kelompok orang yg kurang setuju dg Bai;at dalam tarekat untuk mempejari ilmu kesucian jiwa.

Sebagaimana beberapa tarekat yg mengajarkan mesti bai'at dulu untuk menjadi anggotanya maka saya tak setuju, karena bai;at yg wajib hanyalah bai'at pada Rasulullah saw dan bai'at pada khalifah. selain dari itu apalagi untuk mempelajari ilmu maka tak membutuhkan bai'at, walaupun bai'at boleh boleh saja karena Bai'at adalah janji setia.

Dalam penempatan dzikir, memang banyak versi, namun saya memilih yg paling kuat dan Jumhur ( pendapat terbanyak ) ulama dan para Imam, bahwa dzikir adalah didalam hati, berawal dari hati, keinginan, lalu lafadh, boleh diikuti lisan, dan boleh tidak, lalu pendawaman kehadiran Allah swt dalam hati akan membuat keadaan kita selalu dalam cahaya dzikir dalam keadaan apapun, jiwanya tetap sujud pada Allah swt walaupun tubunya berjalan, berbicara, bekerja, namun jiwanya tetap sujud pada Allah swt.

Ada salah seorang tokoh Sufi yg berkata : "mereka lihat kami duduk bercengkerama bersama mereka, padahal itu bukan kami, karena ruh ruh kami berada di puncak puncak khusyu yg tertinggi".

Jiwa mereka tetap sujud pada Allah.., sebagian besar manusia walaupun tubuhnya bersujud namun hatinya tak pernah sujud pada Allah..

Dzikir adalah menghidupkan kembali cahaya sujud dalam sanubari, dengan mulai mengingat kemegahan Allah, kekuasaan Nya, keidahan Nya, kerajaan Alam semesta yg milik Nya, maka hati mulai membungkuk dan merasa rendah, lalu iapun bersujud..tunduk, dengan segala ketundukan dan pasrah kepada yg memilikinya,


http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid&func=view&catid=7&id=6680#6680

Assalammu'alaikum Wr Wb
Habib Munzir yg saya hormati dan kagumi ...
Semoga Habib dan Keluarga dalam keadaan sehat walafiat, diberikan kekuatan dan kesabaran oleh Allah SWT .. utk membibing kami. Amin ...
Begini Bib, ada hal yg sangat ingin saya ketahui, mengenai paham Tasawuf Falsafi yg dipelopori oleh Syekh Ibnu Arabi dan Ibnu Al - Hallaj, bagaimana menurut Habib mengenai paham Tasawuf Falsafi tsb dari kacamata Ahli Sunnah Wal Jama'ah ?
Demikian, terima kasih banyak sebelumnya Bib.
Wassalam,

JAWABAN AL ARIF BILLAH AL HABIB MUNZIR BIN FUAD AL MUSAWA

Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

Kebahagiaan dan ketenangan hati semoga selalu menerangi hari hari anda,

Saudaraku yg kumuliakan,
Sebenarnya istilah tasawuf falsafi itu sendiri hanyalah tuduhan saja atau gelar saja, sebenarnya islam ini adalah tasawuf falsafi, karena tasawuf adalah penyucian diri, agama dan syariah ini tak bisa menyelamatkan kita bila tak didasari tasawwuf, karena tasawwuf adalah kesucian iman, kesucian jiwa, contohnya begini : dalam syariah bila dua orang bersengketa saling mengakui pemilik sebuah benda, yg akan dimenangkan adalah yg memiliki dua saksi yg siap bersumpah.

Nah.. bisa saja ia membayar dua orang muslim utk bersumpah dusta, maka walaupun benda itu diketahui hakim bukan miliknya maka hakim tak punya hak menolak jika si pemilik asli tak memiliki sakssi, dan hakim harus memenangkan si dusta karena ia mempunyai saksi, maka dg adanya kesucian jiwa (tasawwuf) maka saksi tak berani dusta dg nama Allah, dan kasus pendustaan semacam ini akan sangat jarang terjadi.

Maka syariah mestilah disrtai tasawwuf, dan tasawwuf pun tak bisa berdiri sendiri, karena salah satu contohnya adalah aliran kepercayaan, mereka itu tasawwuf, tak mau berbuat dholim, tak mau berjudi, menipu, berzina, atau berbuat dosa lainnya, namun mereka tak mau pula shalat, tak perlu puasa, karena menganggap itu tak perlu, cukup iman.. nah.. maka keduanya saling berhubungan dan saling mengisi.

Mengenai tasawuf falsafi yg anda kemukakan, sebenarnya bahkan Alqur'anpun banyak mengandung ayat falsafi, seperti "Tangan Allah berada duatas Tangan mereka", ketika dalam Bai;at, padahal yg dimaksud adalah keridhoan dan pertolongan Nya swt, juga demikian muncul dalam hadits qudsi, juga pada ucapan sahabat radhiyallahu'anhum.

Namun memang syeikh Al Hallaj ini terlalu terbuka dan mengumbar ucapan ucapan falsafi yg membuat muslimin bingung, bingung karena kejahilan mereka terhadap ilmu bahasa, maka syeikh Al Hallaj dibunuh demi tak terjadi fitnah dan kesalah fahaman pada ummat.

Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dalam segala cita cita,

Wallahu a’lam




Tidak ada komentar:

Posting Komentar